Indonesia
diprediksikan akan mempunyai populasi terbesar ketiga dunia setelah India dan
China dengan pertumbuhan kelas menengah yang pesat. Dukungan pemerintahan yang
baru terhadap investasi asing, pertumbuhan GDP serta fasilitas pendukungnya,
membuat investor dunia melihat Indonesia sebagai pasar potensial yang tidak
boleh dilewatkan. Tentunya ini merupakan kabar gembira bagi pelaku bisnis di
Indonesia. Kurt Davis – GM Asia Boku Inc,
sebuah perusahaan mobile payment global menulis tentang hal ini di
Linkedin, dan berbicara tentang Indonesia dari sudut pandang investor asing.
Selengkapnya dapat Anda baca dari tulisan Kurt Davis berikut ini :
Selengkapnya dapat Anda baca dari tulisan Kurt Davis berikut ini :
Indonesia telah menjadi
tempat yang baik untuk melakukan bisnis, karena akhirnya Indonesia dapat
menyelesaikan banyak masalah yang telah menggerogotinya selama bertahun-tahun.
Investor pun mulai memperhatikan hal ini. Tokopedia baru-baru ini mendapatkan
investasi sebesar $100 juta dari Sequoia dan Softbank, Zalora mendapatkan total
investasi $112 juta dari berbagai investor dan GrabTaxi yang berbasis di
Singapura kini telah memfokuskan operasinya di indonesia dengan total investasi
sebesar $340 juta tahun lalu – $250 juta berasal dari Softbank.
Cerita tentang Tokopedia
sangat menginspirasi. CEO William Tanuwijaya mengakui bahwa dirinya bukanlah
seorang pebisnis, melainkan adalah seorang akademisi, pembaca dan engineer. Ia
menghabiskan 10 tahun karirnya bekerja di berbagai perusahaan online dan perusahaan
payment. Tidak ada satupun yang membuatnya puas, jadi setiap malam dia
menghabiskan waktunya untuk membaca forum online lokal. William menemukan bahwa
banyak orang yang mengeluh tentang masalah-masalah yang berhubungan
tentang pembayaran barang secara online dan pengiriman barang offline.
Tidak ada kepercayaan antara pembeli dan penjual. Dengan mempunyai sebuah misi
untuk membuat produk yang dapat dan ingin digunakan semua orang di Indonesia,
dibuatlah Tokopedia yang mengkombinasikan antara model bisnis dari eBay,
Craiglist, dan Google AdWords.
Namun, memulai bisnis di
Indonesia tidak selalu mudah. Lima kejadian peledakan bom oleh teroris tahun
2000-2003 telah membunuh ratusan orang dan membuat warga asing ketakutan,
korupsi merajalela dan konflik agama sering terjadi.
Masalah-masalah di masa
lampau menjelaskan mengapa Indonesia kekurangan investasi asing. Suharto,
presiden Indonesia yang berkuasa selama lebih dari 30 tahun, memimpin Indonesia
dengan gaya pemerintahan militer yang kuat hingga 1998. Transisi ke arah
demokratis dimulai ketika Bascharuddin Jusu Habibie menggantikan Suharto pada
tahun 1998. Habibie dan 2 presiden berikutnya menghadapi banyak tantangan dan
konflik internal. Kemudian pada tahun 2004, terpilihlah Susilo Bambang
Yudhoyono sebagai presiden dan merupakan presiden demokratis pertama yang kuat.
Beliau dulunya juga seorang Jendral militer, namun Ia telah menghabiskan waktu
8 tahun untuk memerangi korupsi, membangun sistem politik check and balances,
dan membentuk perjanjian-perjanjian perdagangan bebas khususnya dengan Jepang.
Meskipun begitu, berdasarkan data World Bank, tahun lalu Indonesia masih
menduduki peringkat 114 dari 189 negara untuk hal kemudahan dalam berbisnis.
Tahun berikutnya,
Indonesia mungkin akan memiliki peringkat yang lebih tinggi.
Presiden baru Joko
Widodo yang merupakan seorang pebisnis kayu dan furnitur, ingin melakukan
diversifikasi terhadap bisnis Indonesia dan menarik lebih dari $500 miliar
investasi untuk 5 tahun kedepan. Beliau telah mendorong pembuatan sebuah kantor
nasional untuk mengurus segala perizinan usaha, keringanan pajak terhadap warga
asing, dan membuat technology park untuk meningkatkan pertumbuhan industri.
Reformasi hukum telah
membuat Indonesia menjadi tempat yang lebih aman untuk berinvestasi, melakukan
bisnis dan menagih pembayaran. “Dulu, jika sebuah perusahaan membawa konsumen
ke pengadilan karena tidak membayar tagihan, pemenang kasusnya ditentukan dari
banyaknya uang suap yang diberikan kepada hakim,” kata Ichiro Kawada, CEO dari
BA Partners. “Sepuluh tahun yang lalu penagih pajak meminta pembayaran personal
untuk tax reimbursement,” jelasnya. Kawada-san bekerja di Indonesia dengan
perusahaan-perusahaan investasi Jepang seperti JAIC sejak tahun 1998.
Menurutnya, lingkungan Indonesia telah meningkat secara signifikan dan dia
lebih nyaman untuk menganjurkan orang-orang Jepang untuk berinvestasi disini.
Segala perubahan
regulasi yang ada akan berdampak baik bagi pertumbuhan negara dan peningkatan
masyarakat kelas menengah yang melek teknologi. Indonesia memiliki jumlah
penduduk sebesar 250 juta orang. Dalam 20 tahun kedepan diprediksikan menjadi
negara dengan populasi terbesar ketiga dunia setelah India dan China. Indonesia
memiliki pendapatan perkapita sebesar $3,500 , berada diantara India ($1,500)
dan China ($6,800), namun dengan pertumbuhan yang lebih besar dari keduanya dan
telah berkembang 2 kali lipat dalam 5 tahun terakhir. Pemerintahan Jokowi telah
mentargetkan untuk meningkatkan GDP sebesar 5%-7% dengan cara menarik investasi
asing untuk infrastruktur dan industri-industri baru.
Perusahaan Teknologi
akan memainkan peran penting dalam perencanaan pertumbuhan ini.
Kelas konsumen yang baru
selalu menuntut yang terbaik dari pasar, dan Silicon Valley melihatnya. Dari 70
juta penduduk Indonesia yang mengakses internet, sekitar 22%-nya mengakses
Facebook, dan menjadi pasar terbesar keempat dari Facebook.
Secara kasar, 60% dari
pengguna internet di Indonesia mengakses internet dari mobile phone. Indonesia
menjadi pasar mobile phone dengan pertumbuhan yang cepat dan perusahaan Xiaomi
dari China memperhatikannya. “Xiaomi berhasil menjual 100.000 handphone secara
online dalam 3 bulan pertama dan penggunanya membuat pesta ‘Mifan’ (Sistem
operasi Xiaomi) di Indonesia,” kata Vice President Hugo Barra di event Startup
Jakarta. Indonesia sedikit tertinggal dari India mengenai tingkat adopsi
smartphone, namun Indonesia memiliki pertumbuhan yang lebih cepat. “Kita
berinvestasi besar-besaran disini,” tambahnya.
Para investor
mengerumuni Startup Jakarta dengan mandat yang sangat jelas : temukan
perusahaan yang menyelesaikan masalah sehari-hari. Hanya 5% dari orang
Indonesia yang mempunyai kartu kredit atau kartu debit yang dapat digunakan
untuk melakukan transaksi online. “Sisanya, merchant harus membiarkan konsumen
untuk menggunakan alternatif pembayaran seperti cash on delivery (COD),
transfer bank dan counter payemnts,” kata Neil Davidson, CEO dari Coda
Payments. “Kami mencoba untuk memecahkan masalah online payments untuk merchant
dan konsumen,” jelasnya.
Membangun infrastruktur
e-commerce – yang terjadi hampir 20 tahun lalu di bagian Barat – merupakan
peluang untuk menarik perhatian investor. Sekarang telah ada lebih dari 78
perusahaan e-commerce di Indonesia. Acommerce menyediakan segalanya dari web
services hingga fulfillment – bahkan pengiriman dengan motor. Didirikan oleh
CEO Hadi Wenas, alumni Standford, acommerce membantu perusahaan e-commerce
global untuk masuk ke Indonesia dan telah menjadikan Groupon dan BodyShop
sebagai klien mereka.
Salah satu kekurangan di
Indonesia adalah kurangnya ahli engineering. Indonesia termasuk dibawah Index
dalam hal pengeluaran untuk R&D dan kurangnya ahli engineering dibandingkan
dengan tetangganya. “Dengan semua investasi baru yang kami dapatkan, kami akan
mempekerjakan engineer-engineer di India, Vietnam, dan China,” kata CEO
Tokopedia William Tanuwijaya. “Engineering masih dalam tahap dini di Indonesia
dan akan menjadi lebih baik ketika para mahasiswa melihat adanya masa depan
yang baik di bidang teknologi,” katanya.
“Indonesia masih dalam
tahap dini dan eksekusi menjadi sangat sulit,” kata venture capitalist Hian
Goh. Sebagai pendiri dari Asia Food Channel, dia telah membesarkan
perusahaannya hingga mempekerjakan lebih dari 200 karyawan dan berhasil menjual
perusahaannya ke Scripps Network.
Kesuksesan ini
menunjukkan harapan terhadap Indonesia dapat menjadi kenyataan. Sequoia
bertaruh pada masa depan dan telah bekerja sama dengan dua partner di daerah.
Namun, investor lainnya dari Valley masih hanya menjadi penonton. Beberapa
tokoh lokal seperti Anthony Tan, CEO dari GrabTaxi, mengatakan bahwa bahkan
jika investor-investor dan perusahaan Silicon Valley mencoba untuk
berinvestasi, mereka akan gagal jika mereka tidak meluangkan waktunya untuk
memahami kondisi pasar.
Tetapi, jika
investor-investor Valley tidak memulai mencoba untuk memahami pasar dan tidak
segera berinvestasi, segalanya akan terulang lagi seperti kasus China. Mereka
akan melewatkan sebuah pasar besar yang baru.
Sumber: Startupbisnis
Sumber: Startupbisnis