Wednesday 11 February 2015

Indonesia : Surga Baru para Investor Asing Oleh Kurt Davis (@Mobilepaybdguy) GM Asia Boku Inc


Indonesia diprediksikan akan mempunyai populasi terbesar ketiga dunia setelah India dan China dengan pertumbuhan kelas menengah yang pesat. Dukungan pemerintahan yang baru terhadap investasi asing, pertumbuhan GDP serta fasilitas pendukungnya, membuat investor dunia melihat Indonesia sebagai pasar potensial yang tidak boleh dilewatkan. Tentunya ini merupakan kabar gembira bagi pelaku bisnis di Indonesia. Kurt Davis – GM Asia Boku Inc, sebuah perusahaan mobile payment global  menulis tentang hal ini di Linkedin, dan berbicara tentang Indonesia dari sudut pandang investor asing. 

Selengkapnya dapat Anda baca dari tulisan Kurt Davis berikut ini :
Indonesia telah menjadi tempat yang baik untuk melakukan bisnis, karena akhirnya Indonesia dapat menyelesaikan banyak masalah yang telah menggerogotinya selama bertahun-tahun. Investor pun mulai memperhatikan hal ini. Tokopedia baru-baru ini mendapatkan investasi sebesar $100 juta dari Sequoia dan Softbank, Zalora mendapatkan total investasi $112 juta dari berbagai investor dan GrabTaxi yang berbasis di Singapura kini telah memfokuskan operasinya di indonesia dengan total investasi sebesar $340 juta tahun lalu – $250 juta berasal dari Softbank.

Cerita tentang Tokopedia sangat menginspirasi. CEO William Tanuwijaya mengakui bahwa dirinya bukanlah seorang pebisnis, melainkan adalah seorang akademisi, pembaca dan engineer. Ia menghabiskan 10 tahun karirnya bekerja di berbagai perusahaan online dan perusahaan payment. Tidak ada satupun yang membuatnya puas, jadi setiap malam dia menghabiskan waktunya untuk membaca forum online lokal. William menemukan bahwa banyak orang yang mengeluh tentang masalah-masalah yang berhubungan tentang  pembayaran barang secara online dan pengiriman barang offline. Tidak ada kepercayaan antara pembeli dan penjual. Dengan mempunyai sebuah misi untuk membuat produk yang dapat dan ingin digunakan semua orang di Indonesia, dibuatlah Tokopedia yang mengkombinasikan antara model bisnis dari eBay, Craiglist, dan Google AdWords.

Namun, memulai bisnis di Indonesia tidak selalu mudah. Lima kejadian peledakan bom oleh teroris tahun 2000-2003 telah membunuh ratusan orang dan membuat warga asing ketakutan, korupsi merajalela dan konflik agama sering terjadi.

Masalah-masalah di masa lampau menjelaskan mengapa Indonesia kekurangan investasi asing. Suharto, presiden Indonesia yang berkuasa selama lebih dari 30 tahun, memimpin Indonesia dengan gaya pemerintahan militer yang kuat hingga 1998. Transisi ke arah demokratis dimulai ketika Bascharuddin Jusu Habibie menggantikan Suharto pada tahun 1998. Habibie dan 2 presiden berikutnya menghadapi banyak tantangan dan konflik internal. Kemudian pada tahun 2004, terpilihlah Susilo Bambang Yudhoyono sebagai presiden dan merupakan presiden demokratis pertama yang kuat. Beliau dulunya juga seorang Jendral militer, namun Ia telah menghabiskan waktu 8 tahun untuk memerangi korupsi, membangun sistem politik check and balances, dan membentuk perjanjian-perjanjian perdagangan bebas khususnya dengan Jepang. Meskipun begitu, berdasarkan data World Bank, tahun lalu Indonesia masih menduduki peringkat 114 dari 189 negara untuk hal kemudahan dalam berbisnis.

Tahun berikutnya, Indonesia mungkin akan memiliki peringkat yang lebih tinggi.

Presiden baru Joko Widodo yang merupakan seorang pebisnis kayu dan furnitur, ingin melakukan diversifikasi terhadap bisnis Indonesia dan menarik lebih dari $500 miliar investasi untuk 5 tahun kedepan. Beliau telah mendorong pembuatan sebuah kantor nasional untuk mengurus segala perizinan usaha, keringanan pajak terhadap warga asing, dan membuat technology park untuk meningkatkan pertumbuhan industri.

Reformasi hukum telah membuat Indonesia menjadi tempat yang lebih aman untuk berinvestasi, melakukan bisnis dan menagih pembayaran. “Dulu, jika sebuah perusahaan membawa konsumen ke pengadilan karena tidak membayar tagihan, pemenang kasusnya ditentukan dari banyaknya uang suap yang diberikan kepada hakim,” kata Ichiro Kawada, CEO dari BA Partners. “Sepuluh tahun yang lalu penagih pajak meminta pembayaran personal untuk tax reimbursement,” jelasnya. Kawada-san bekerja di Indonesia dengan perusahaan-perusahaan investasi Jepang seperti JAIC sejak tahun 1998. Menurutnya, lingkungan Indonesia telah meningkat secara signifikan dan dia lebih nyaman untuk menganjurkan orang-orang Jepang untuk berinvestasi disini.

Segala perubahan regulasi yang ada akan berdampak baik bagi pertumbuhan negara dan peningkatan masyarakat kelas menengah yang melek teknologi. Indonesia memiliki jumlah penduduk sebesar 250 juta orang. Dalam 20 tahun kedepan diprediksikan menjadi negara dengan populasi terbesar ketiga dunia setelah India dan China. Indonesia memiliki pendapatan perkapita sebesar $3,500 , berada diantara India ($1,500) dan China ($6,800), namun dengan pertumbuhan yang lebih besar dari keduanya dan telah berkembang 2 kali lipat dalam 5 tahun terakhir. Pemerintahan Jokowi telah mentargetkan untuk meningkatkan GDP sebesar 5%-7% dengan cara menarik investasi asing untuk infrastruktur dan industri-industri baru.

Perusahaan Teknologi akan memainkan peran penting dalam perencanaan pertumbuhan ini.

Kelas konsumen yang baru selalu menuntut yang terbaik dari pasar, dan Silicon Valley melihatnya. Dari 70 juta penduduk Indonesia yang mengakses internet, sekitar 22%-nya mengakses Facebook, dan menjadi pasar terbesar keempat dari Facebook.

Secara kasar, 60% dari pengguna internet di Indonesia mengakses internet dari mobile phone. Indonesia menjadi pasar mobile phone dengan pertumbuhan yang cepat dan perusahaan Xiaomi dari China memperhatikannya. “Xiaomi berhasil menjual 100.000 handphone secara online dalam 3 bulan pertama dan penggunanya membuat pesta ‘Mifan’ (Sistem operasi Xiaomi) di Indonesia,” kata Vice President Hugo Barra di event Startup Jakarta. Indonesia sedikit tertinggal dari India mengenai tingkat adopsi smartphone, namun Indonesia memiliki pertumbuhan yang lebih cepat. “Kita berinvestasi besar-besaran disini,” tambahnya.

Para investor mengerumuni Startup Jakarta dengan mandat yang sangat jelas : temukan perusahaan yang menyelesaikan masalah sehari-hari. Hanya 5% dari orang Indonesia yang mempunyai kartu kredit atau kartu debit yang dapat digunakan untuk melakukan transaksi online. “Sisanya, merchant harus membiarkan konsumen untuk menggunakan alternatif pembayaran seperti cash on delivery (COD),  transfer bank dan counter payemnts,” kata Neil Davidson, CEO dari Coda Payments. “Kami mencoba untuk memecahkan masalah online payments untuk merchant dan konsumen,” jelasnya.

Membangun infrastruktur e-commerce – yang terjadi hampir 20 tahun lalu di bagian Barat – merupakan peluang untuk menarik perhatian investor. Sekarang telah ada lebih dari 78 perusahaan e-commerce di Indonesia. Acommerce menyediakan segalanya dari web services hingga fulfillment – bahkan pengiriman dengan motor. Didirikan oleh CEO Hadi Wenas, alumni Standford, acommerce membantu perusahaan e-commerce global untuk masuk ke Indonesia dan telah menjadikan Groupon dan BodyShop sebagai klien mereka.
Salah satu kekurangan di Indonesia adalah kurangnya ahli engineering. Indonesia termasuk dibawah Index dalam hal pengeluaran untuk R&D dan kurangnya ahli engineering dibandingkan dengan tetangganya. “Dengan semua investasi baru yang kami dapatkan, kami akan mempekerjakan engineer-engineer di India, Vietnam, dan China,” kata CEO Tokopedia William Tanuwijaya. “Engineering masih dalam tahap dini di Indonesia dan akan menjadi lebih baik ketika para mahasiswa melihat adanya masa depan yang baik di bidang teknologi,” katanya.

“Indonesia masih dalam tahap dini dan eksekusi menjadi sangat sulit,” kata venture capitalist Hian Goh. Sebagai pendiri dari Asia Food Channel, dia telah membesarkan perusahaannya hingga mempekerjakan lebih dari 200 karyawan dan berhasil menjual perusahaannya ke Scripps Network.

Kesuksesan ini menunjukkan harapan terhadap Indonesia dapat menjadi kenyataan. Sequoia bertaruh pada masa depan dan telah bekerja sama dengan dua partner di daerah. Namun, investor lainnya dari Valley masih hanya menjadi penonton. Beberapa tokoh lokal seperti Anthony Tan, CEO dari GrabTaxi, mengatakan bahwa bahkan jika investor-investor dan perusahaan Silicon Valley mencoba untuk berinvestasi, mereka akan gagal jika mereka tidak meluangkan waktunya untuk memahami kondisi pasar.

Tetapi, jika investor-investor Valley tidak memulai mencoba untuk memahami pasar dan tidak segera berinvestasi, segalanya akan terulang lagi seperti kasus China. Mereka akan melewatkan sebuah pasar besar yang baru.


Sumber: Startupbisnis
Comments
0 Comments

0 comments:

Post a Comment

sealkazzsoftware.blogspot.com resepkuekeringku.com