Tampilan Site Kawal Pemilu |
Keterbukaan Komisi Pemilihan Umum (KPU) dalam melampirkan hasil scan
formulir C1 dan DA1 Pilpres 2014 melahirkan sebuah fenomena baru. Pemantauan
proses hitung suara kini bukan lagi monopoli institusi pemerintah atau lembaga
survei quick count, melainkan juga bisa dilakukan secara aktif oleh
publik Indonesia.
Memanfaatkan Open Data dari KPU tersebut, pengguna internet Tanah Air beramai-ramai menyumbang waktu dan tenaga untuk menghitung suara dari tempat-tempat pemungutan suara yang tersebar di seluruh Nusantara.
Upaya sukarela yang dikenal dengan istilah crowdsourcing itu disalurkan melalui sejumlah situs independen yang mengolah data formulir C1 dan DA1 serta mempublikasikan hasil rekapitulasinya, seperti realcount.herokuapp.com, kawal-suara.appspot.com, dan kawalpemilu.org.
Dosen Fakultas Ilmu Komputer Universitas Indonesia Ruli Manurung adalah salah satu relawan yang meletakkan pondasi untuk penggunaan crowdsourcing dalam pemantauan proses penghitungan suara pada Pilpres 2014.
Ruli mengaku terpanggil untuk ikut serta berkontribusi mengawal Pilpres setelah melihat polemik hasil Quick Count yang muncul setelah pelaksanaan pemilu tanggal 9 Juli . “Saya merasa bahwa situasi membingungkan ini bisa berakibat tidak sehat untuk masyarakat kita, dan seharusnya ada yang bisa kita lakukan,” kata Ruli kepada Kompas.com, Kamis (17/7/2014).
Kemudian muncullah ide membuat sistem pemanfaatan crowdsourcing untuk mendata formulir C1 secara online. Inisiatif tersebut dituangkan dalam sebuah tulisan terbuka di Google Docs. Di dalamnya, Ruli memaparkan pemikiran mengenai rancangan aplikasicrowdsourcing dan aspek-aspek apa saja yang harus dipertimbangkan terkait pelaksanaannya.
Ia antara lain mengangkat persoalan input data yang menurut Ruli harus bisa dilakukan secepat mungkin lewat antarmuka yang mudah digunakan, serta faktor keamanan untuk mencegah adanya kesalahan data dan gangguan dari pihak-pihak yang berniat tidak baik.
Gayung bersambut
Gayung pun bersambut, upaya Ruli ternyata mendapat tanggapan positif. Hanya beberapa menit setelah mempublikasikan dokumen crowdsourcing melalui Facebook pada 12 Juli lalu, dia mengaku dikontak oleh sejumlah orang yang memiliki inisiatif serupa, di antaranya Ainun Najib, Pahlevi Fikri Auliya, dan Reza Lesmana.
Masing-masing dari mereka juga telah memikirkan dan mengembangkan sistem dengan prinsip yang sama secara terpisah. Pertukaran pikiran pun terjadi. Ide berkembang, lalu terealisasi. Pahlevi merupakan nama di balik realcount.herokuapp.com, sementara Ainun menggagas kawalpemilu.org yang diluncurkan tanggal 14 Juli dan dengan cepat meraih popularitas di internet.
Reaksi publik tak kalah antusias. Ruli mencontohkan realcount.herokuapp.com yang mengumpulkan 500 partisipan dalam waktu beberapa jam untuk membantu proses crowdsourcing. “Progressnya luar biasa cepat, sampai ada 17 ribu form C1 yang diproses hanya dalam waktu beberapa jam,” katanya.
Senada dengan Ruli, Ainun mengatakan bahwa inisiatifnya mendirikan kawalpemilu.org bersama dua orang teman programmer didasari oleh keinginan berkontribusi dalam pengawalan proses penghitungan suara.
“Dari saya sendiri ada concern, selain itu juga untuk himbauan dari presiden SBY dan KPU untuk turut mengawasi,” kata Ainun ketika dihubungi Kompas.com. Menurut dia, situs kawalpemilu.org dibuat hanya dalam waktu tiga hari.
Pemanfaatan crowdsourcing oleh kawalpemilu.org dilakukan melalui rekrutmen sukarelawan di akun Facebook yang dibuat untuk tujuan itu. Input data juga dilakukan melalui situs jejaring sosial tersebut.
Cara ini berhasil menghimpun hingga lebih dari 600 relawan dalam waktu lima hari. Mereka bekerja mengolah data formulir C1 dan DA1 secara remote, dari tempat masing-masing melalui jaringan internet.
Siap transparan?
Kawalpemilu.org sempat tak bisa dikunjungi lantaran diserang oleh peretas pada Rabu (16/7/2014) lalu, namun Ainun memastikan bahwa situsnya kini telah diamankan dan bisa kembali diakses.
Ainun menduga, upaya peretasan situsnya bertujuan untuk menjatuhkan reputasi kawalpemilu.org sehingga tidak lagi menjadi referensi masyarakat dalam memantau hasil penghitungan real count.
Menanggapi upaya peretasan tersebut, politisi senior Pramono Anung mengatakan bahwa hal itu terjadi lantaran ada pihak yang tidak siap dengan transparansi jalannya proses penghitungan suara. “Tidak semua orang akan puas dengan sistem transparan seperti ini. Walaupun di-hack publik sudah tahu hasilnya,” kata Pramono.
Di samping serangan dari pihak luar, ada pula resiko kesalahan input data yang dilakukan oleh relawan, baik disengaja ataupun tidak. Karena itu kawalpemilu.org menyediakan fitur untuk melaporkan kejanggalan data pada administrator situs yang bersangkutan.
Salah seorang relawan yang menyumbang tenaga untuk kawalpemilu.org, Johannes Ardiant, menuturkan bahwa pihak pengelola situs sedang mengerjakan upaya verifikasi data. “Jadi semua angka yang sudah dimasukkan akan diverifikasi lagi, dan setiap form C1 yang kita flag out sebagai ‘janggal’ akan dikumpulkan,” jelasnya.
Jalannya partisipasi masyarakat dalam crowdsourcing pengawasan proses penghitungan suara Pilpres 2014 memang masih menemui hambatan, namun Ainun berharap usaha ini bisa membantu mencegah terjadinya kerancuan dan perpecahan dengan mengajak publik untuk aktif mengawal.
Lewat peran aktif warga Indonesia dalam memantau penghitungan suara, diharapkan pula kedua kubu pasangan capres dan cawapres nantinya bisa lebih menerima hasil pemilu dengan legowo. “Kalau semua aktif mengawasi, kita tak perlu bertengkar. Mari kita lihat bersama-sama dan kita koreksi bersama-sama,” ujar Ainun.
Memanfaatkan Open Data dari KPU tersebut, pengguna internet Tanah Air beramai-ramai menyumbang waktu dan tenaga untuk menghitung suara dari tempat-tempat pemungutan suara yang tersebar di seluruh Nusantara.
Upaya sukarela yang dikenal dengan istilah crowdsourcing itu disalurkan melalui sejumlah situs independen yang mengolah data formulir C1 dan DA1 serta mempublikasikan hasil rekapitulasinya, seperti realcount.herokuapp.com, kawal-suara.appspot.com, dan kawalpemilu.org.
Dosen Fakultas Ilmu Komputer Universitas Indonesia Ruli Manurung adalah salah satu relawan yang meletakkan pondasi untuk penggunaan crowdsourcing dalam pemantauan proses penghitungan suara pada Pilpres 2014.
Ruli mengaku terpanggil untuk ikut serta berkontribusi mengawal Pilpres setelah melihat polemik hasil Quick Count yang muncul setelah pelaksanaan pemilu tanggal 9 Juli . “Saya merasa bahwa situasi membingungkan ini bisa berakibat tidak sehat untuk masyarakat kita, dan seharusnya ada yang bisa kita lakukan,” kata Ruli kepada Kompas.com, Kamis (17/7/2014).
Kemudian muncullah ide membuat sistem pemanfaatan crowdsourcing untuk mendata formulir C1 secara online. Inisiatif tersebut dituangkan dalam sebuah tulisan terbuka di Google Docs. Di dalamnya, Ruli memaparkan pemikiran mengenai rancangan aplikasicrowdsourcing dan aspek-aspek apa saja yang harus dipertimbangkan terkait pelaksanaannya.
Ia antara lain mengangkat persoalan input data yang menurut Ruli harus bisa dilakukan secepat mungkin lewat antarmuka yang mudah digunakan, serta faktor keamanan untuk mencegah adanya kesalahan data dan gangguan dari pihak-pihak yang berniat tidak baik.
Gayung bersambut
Gayung pun bersambut, upaya Ruli ternyata mendapat tanggapan positif. Hanya beberapa menit setelah mempublikasikan dokumen crowdsourcing melalui Facebook pada 12 Juli lalu, dia mengaku dikontak oleh sejumlah orang yang memiliki inisiatif serupa, di antaranya Ainun Najib, Pahlevi Fikri Auliya, dan Reza Lesmana.
Masing-masing dari mereka juga telah memikirkan dan mengembangkan sistem dengan prinsip yang sama secara terpisah. Pertukaran pikiran pun terjadi. Ide berkembang, lalu terealisasi. Pahlevi merupakan nama di balik realcount.herokuapp.com, sementara Ainun menggagas kawalpemilu.org yang diluncurkan tanggal 14 Juli dan dengan cepat meraih popularitas di internet.
Reaksi publik tak kalah antusias. Ruli mencontohkan realcount.herokuapp.com yang mengumpulkan 500 partisipan dalam waktu beberapa jam untuk membantu proses crowdsourcing. “Progressnya luar biasa cepat, sampai ada 17 ribu form C1 yang diproses hanya dalam waktu beberapa jam,” katanya.
Senada dengan Ruli, Ainun mengatakan bahwa inisiatifnya mendirikan kawalpemilu.org bersama dua orang teman programmer didasari oleh keinginan berkontribusi dalam pengawalan proses penghitungan suara.
“Dari saya sendiri ada concern, selain itu juga untuk himbauan dari presiden SBY dan KPU untuk turut mengawasi,” kata Ainun ketika dihubungi Kompas.com. Menurut dia, situs kawalpemilu.org dibuat hanya dalam waktu tiga hari.
Pemanfaatan crowdsourcing oleh kawalpemilu.org dilakukan melalui rekrutmen sukarelawan di akun Facebook yang dibuat untuk tujuan itu. Input data juga dilakukan melalui situs jejaring sosial tersebut.
Cara ini berhasil menghimpun hingga lebih dari 600 relawan dalam waktu lima hari. Mereka bekerja mengolah data formulir C1 dan DA1 secara remote, dari tempat masing-masing melalui jaringan internet.
Siap transparan?
Kawalpemilu.org sempat tak bisa dikunjungi lantaran diserang oleh peretas pada Rabu (16/7/2014) lalu, namun Ainun memastikan bahwa situsnya kini telah diamankan dan bisa kembali diakses.
Ainun menduga, upaya peretasan situsnya bertujuan untuk menjatuhkan reputasi kawalpemilu.org sehingga tidak lagi menjadi referensi masyarakat dalam memantau hasil penghitungan real count.
Menanggapi upaya peretasan tersebut, politisi senior Pramono Anung mengatakan bahwa hal itu terjadi lantaran ada pihak yang tidak siap dengan transparansi jalannya proses penghitungan suara. “Tidak semua orang akan puas dengan sistem transparan seperti ini. Walaupun di-hack publik sudah tahu hasilnya,” kata Pramono.
Di samping serangan dari pihak luar, ada pula resiko kesalahan input data yang dilakukan oleh relawan, baik disengaja ataupun tidak. Karena itu kawalpemilu.org menyediakan fitur untuk melaporkan kejanggalan data pada administrator situs yang bersangkutan.
Salah seorang relawan yang menyumbang tenaga untuk kawalpemilu.org, Johannes Ardiant, menuturkan bahwa pihak pengelola situs sedang mengerjakan upaya verifikasi data. “Jadi semua angka yang sudah dimasukkan akan diverifikasi lagi, dan setiap form C1 yang kita flag out sebagai ‘janggal’ akan dikumpulkan,” jelasnya.
Jalannya partisipasi masyarakat dalam crowdsourcing pengawasan proses penghitungan suara Pilpres 2014 memang masih menemui hambatan, namun Ainun berharap usaha ini bisa membantu mencegah terjadinya kerancuan dan perpecahan dengan mengajak publik untuk aktif mengawal.
Lewat peran aktif warga Indonesia dalam memantau penghitungan suara, diharapkan pula kedua kubu pasangan capres dan cawapres nantinya bisa lebih menerima hasil pemilu dengan legowo. “Kalau semua aktif mengawasi, kita tak perlu bertengkar. Mari kita lihat bersama-sama dan kita koreksi bersama-sama,” ujar Ainun.
Editor: Wicak Hidayat