Ada juga seorang rekan yang mengatakan startup = bisnis di bidang teknologi / internet adalah “mislead” seharusnya orang jualan mie ayam, grosir kain di tanah abang, jualan seminar, service AC, apapun jenis bisnisnya asal bisnisnya baru dimulai maka bisa disebut “startup”.
Mari kita lihat dulu latar belakangnya kenapa kata “startup” menjadi populer akhir-akhir ini ? dan kenapa sering dihubungkan dengan teknologi atau internet.
Sebabnya adalah, di Mei 2010, Yahoo membeli Koprol dan negara Indonesia (mungkin saja) pertama kalinya masuk Techcrunch.com.
Beberapa hari kemudian di Mei 2010, Sarah Lacy (ex jurnalis Techcrunch yang sekarang mendirikan Pandodaily) menulis lagi artikel “What the hell is going on in Indonesia” bisa jadi ini pertama kalinya wajah founder Indonesia masuk Techcrunch yang kemudian disusul Aria Rajasa Gantibaju.com yang muncul bersama Eduardo Saverin dalam kunjungannya ke Merah Putih Incubator (Desember 2010)
Sebelum artikel Techcrunch di atas dipublikasikan, sebenarnya ada event lain yang tak kalah menarik tetapi tidak banyak diketahui, yaitu Tokopedia melakukan raise fund dari East Ventures (Maret 2010), tidak banyak yang mengenal Tokopedia saat itu dan hanya sedikit media yang membahasnya, William founder Tokopedia pernah mengatakan ke saya kalau di tahun 2011 mereka sering masuk media karena terkena “Koprol effect“. Tidak lama kemudian disusul oleh Urbanesia yang ikut diinvest oleh East Ventures (Juni 2010).
Sejak event-event di atas, Indonesia tiba-tiba kebanjiran investor dan incubator lokal atau asing atau campuran datang ke Indonesia dan yang asing kebanyakan dari Jepang, beberapa list investor saya post di sini, sejak tahun 2011 sampai sekarang, perburuan startup oleh investor dimulai dengan berbagai gaya, ada yang membuat seminar ke kampus, lewat public relations ke banyak media (Eden), open pitch (Eden, EV Ventures Night), close pitch (Merah Putih Inc, Systec Group, Ideosource), one-on-one mentoring (Batavia Incubator), inkubasi 100 hari (EV Alpha), inkubasi 4 bulan (Founder Institute) event besar di Blitz Megaplex (Nusantara Venture), memberikan free space untuk startup (Freeware GruparaInc) dan lain-lain. Yang ditarget bukan hanya experienced founder, tetapi juga university atau first time founder.
Founder-founder pun saat itu masih agak bingung, tiba-tiba saja banyak orang mengatakan dengan berbagai gaya komunikasi “kalau kamu punya ide bagus, kamu punya kapabilitas saya akan berikan pendanaan”. Tidak pernah dalam sejarah Indonesia sebelumnya ada seperti ini dalam atmosfer terbuka dan di release ke public. Tidak pernah sebelumnya ada cerita bule jepang datang ke UI Depok nanya ke mahasiswa yang sedang makan Sosis So Nice “Do you have any idea?”(Saya sendiri ikut terlibat dalam proses ini), tak lama kemudian ada rekan mahasiswa menelpon saya “mas ini ada bule Jepang lain datang lagi”. beberapa bulan kemudian “mas ini ada lagi yang lain”. Bukan cuma di UI dan ITB, di Binus juga “mas saya dapat investment dari orang Jepang untuk mengcloning business model internet di Jepang untuk diterapkan di Indonesia”. Dan banyak nama-nama personal investor ini saya sendiri belum pernah dengar dan tidak ada di list yang saya sebut di atas.
Kebanyakan investor ini datang dari Jepang karena
Di Jepang demografi penduduknya “segitiga terbalik” – orang tua lebih banyak dari anak muda, orang tua kan dikasih produk apapun kan tidak akan mencoba ? Sedangkan di Indonesia demografi penduduknya sangat muda
Penetrasi internet di Indonesia relatif rendah, berarti opportunity
Karakter orang Indonesia yang heavy social media user, suka nge-tweet atau update status kalau galau
Prediksi GDP perkapita yang kabarnya akan naik dengan pesat yang berarti daya beli akan naik = market yang bagus !
Stabilitas ekonomi dan politik (pada saat itu)
Ada satu persamaan dari orang-orang yang terlibat dalam cerita ini, baik sebagai investornya maupun foundernya, mereka semua menggunakan teknologi dan internet dalam bisnisnya (walaupun ada juga yang memiliki bisnis offline seperti property developer tetapi mereka membuat entitas baru untuk berinvestasi di teknologi/internet).
Mereka semua lebih sering membaca Techcrunch.com / TechinAsia.com / Dailysocial.net daripada majalah peluang bisnis / ide bisnis (yang membahas bisnis offline), bisa jadi mereka lebih familiar dengan Steve Blank atau Paul Graham atau Eric Ries daripada Philip Kotler atau Michael Porter.
Mereka lebih banyak membicarakan tipe bisnis online seperti vertical ecommerce (toko online niche), online media, adnetwork, mobile app daripada tipe bisnis offline seperti restaurant, dealer mobil, mie ayam. Bahkan bisnis offline seperti restaurant di online-kan menjadi mobile app restaurant food review bisnis dealer mobil di online-kan menjadi classified ads untuk mobil, mie ayam menjadi “nearby mie ayam locator Blackberry App”.
Bisa dibilang, definisi startup menurut Steve Blank dan Paul Graham lebih mengena :
Menurut Paul Graham yang memuat unsur “leverage” dari teknologi :
Startups usually involve technology, so much so that the phrase “high-tech startup” is almost redundant. A startup is a small company that takes on a hard technical problem.
Economically, you can think of a startup as a way to compress your whole working life into a few years. Instead of working at a low intensity for forty years, you work as hard as you possibly can for four. This pays especially well in technology, where you earn a premium for working fast.
Startups offer anyone a way to be in a situation with measurement and leverage. They allow measurement because they’re small, and they offer leverage because they make money by inventing new technology.
What is technology? It’s technique. It’s the way we all do things. And when you discover a new way to do things, its value is multiplied by all the people who use it. It is the proverbial fishing rod, rather than the fish. That’s the difference between a startup and a restaurant or a barber shop. You fry eggs or cut hair one customer at a time. Whereas if you solve a technical problem that a lot of people care about, you help everyone who uses your solution. That’s leverage.
Menurut Steve Blank
Small business (=UKM) melayani known customer dengan known product dengan visi “feed the family”.
Scalable startup melayani unknown customer dengan unknown product. (baca definisi lebih lengkap di link di atas)
Untuk saya secara personal, definisi “startup” tidak berarti dimonopoli oleh orang-orang teknologi/internet, bisnis offline tentu saja boleh menggunakan kata “startup”.
Di artikel ini saya hanya menjabarkan kesamaan dari orang -orang yang menggunakan term “startup” dari event-event dan pola pikir yang terjadi. Bahkan tidak sedikit dalam obrolan santai bersama rekan-rekan di digital, mereka mengatakan “mending bisnis mie ayam, lebih pasti duitnya daripada bikin nearby mie ayam locator” (saya personally mengartikan kalimat ini dengan “funding di Indonesia masih terbatas, penetrasi internet masih relatif kecil, kita survive sebisanya aja dulu, kalau penetrasi internet sudah tinggi, this is going to be big“). Mari berdoa penetrasi internet di Indonesia cepat naik, orang-orang mendapat akses internet gratis lewat balon udara Google atau apapun itu, supaya valuasi startup cepat naik juga supaya investor asing lebih memilih berinvestasi pada founder lokal daripada membawa 100% membawa entitasnya di luar negeri ke Indonesia tanpa berinvestasi kepada founder lokal. Ya, ini kenyataan, pernah ada investor nanya saya “Ren, lebih cepat dan lebih bagus mana, saya invest ke founder lokal atau bawa partner dari luar negeri, tim saya handle sendiri ?” dengan sedih saya menjawab “lebih cepat dan lebih bagus bawa dari luar negeri, karena kalau mau invest ke founder lokal, dari 100 lebih pitch cuma dapat 2-3 yang bagus, kecuali mau pakai konsep invest 10 cuma 1 sukses, 2 survive”. Karena itu saya membuat Startupbisnis.com untuk founder lokal belajar.
Sumber: Startup bisnis