Sahabat blogger, e-Commerce ternyata diatur oleh UU Perdagangan loh. Yuk kita simak dulu, dibawah ini.
Total nilai pasar e-commerce Indonesia pertengahan
tahun 2013-Januari 2014 diprediksi oleh Vela Asia dan Google akan mencapai USD
8 miliar dan diprediksi akan terus meningkat hingga mencapai angka USD 24
miliar. Visa memperkirakan online shopping di Indonesia akan tumbuh 40% tahun
ini dan 53% tahun depan, dari 23% tahun lalu. Mengingat pertumbuhan e-commerce
yang pesat tersebut, aturan terkait e-commerce telah banyak diatur dalam
Undang-Undang (UU) Nomor 7 Tahun 2014 tentang Perdagangan. “Pengaturan
e-Commerce merupakan amanah UU Nomor 7 Tahun 2014 tentang Perdagangan,” kata
Direktur Bina Usaha Kementerian Perdagangan, Ir. Fetnayeti, MM, dalam Seminar Perpajakan
“Pemenuhan Kewajiban Perpajakan Bagi Pelaku e-Commerce Di Indonesia” yang
diadakan oleh Direkorat Jenderal (Ditjen) Pajak di Jakarta, 27 Agustus 2014.
Pengaturan
e-Commerce itu memberikan kepastian dan kesepahaman mengenai apa yang dimaksud
dengan Perdagangan Melalui Sistem Elektronik (selanjutnya disingkat PMSE) dan
memberikan perlindungan dan kepastian kepada pedagang, penyelenggara PMSE, dan
konsumen dalam melakukan kegiatan perdagangan melalui sistem elektronik.
“Pengaturan e-Commerce juga bertujuan untuk mempromosikan kegiatan PMSE di
dalam negeri,” tandas Fetnayeti.
Dalam
UU Perdagangan diatur bahwa setiap pelaku usaha yang memperdagangkan Barang dan
atau Jasa dengan menggunakan sistem elektronik wajib menyediakan data dan atau
informasi secara lengkap dan benar. Setiap pelaku usaha dilarang
memperdagangkan Barang dan atau Jasa dengan menggunakan sistem elektronik yang
tidak sesuai dengan data dan atau informasi dan penggunaan sistem elektronik
tersebut wajib memenuhi ketentuan yang diatur dalam Undang-Undang Informasi dan
Transaksi Elektronik.
Data
dan atau informasi PMSE paling sedikit harus memuat identitas dan legalitas
Pelaku Usaha sebagai produsen atau Pelaku Usaha Distribusi, persyaratan teknis
Barang yang ditawarkan, persyaratan teknis atau kualifikasi Jasa yang
ditawarkan, harga dan cara pembayaran Barang dan atau Jasa, dan cara penyerahan
Barang.
“Dalam
hal terjadi sengketa terkait dengan transaksi dagang melalui sistem elektronik,
orang atau badan usaha yang mengalami sengketa dapat menyelesaikan sengketa
tersebut melalui pengadilan atau melalui mekanisme penyelesaian sengketa
lainnya,” jelas Fetnayeti.
“Setiap
pelaku usaha yang memperdagangkan Barang dan atau Jasa dengan menggunakan
sistem elektronik yang tidak menyediakan data dan atau informasi secara lengkap
dan benar akan dikenai sanksi administratif berupa pencabutan izin“ terang
Fetnayeti.
UU
Perdagangan sendiri mendefinisikan PMSE sebagai perdagangan yang transaksinya
dilakukan melalui serangkaian perangkat dan prosedur elektronik. Jenis pelaku
usaha PMSE meliputi pedagang (merchant) dan Penyelenggara Perdagangan Secara
Elektronik ("PPSE"), terdiri atas Penyelenggara Komunikasi
Elektronik, Iklan Elektronik, penawaran elektronik, Penyelenggara sistem
aplikasi Transaksi Elektronik, Penyelengara jasa dan sistem aplikasi pembayaran
dan Penyelenggara jasa dan sistem aplikasi pengiriman barang.
Bentuk
Perusahaan PMSE dapat berbentuk orang perseorangan atau berbadan hukum.
Penyelenggara Sarana Perdagangan Secara Elektronik dapat berbentuk perorangan
atau berbadan hukum. “Pedagang asing wajib memenuhi persyaratan dan ketentuan
peraturan perundangan,” jelas Fetnayeti.
Pelaku
Usaha wajib melakukan pendaftaran dan memenuhi ketentuan teknis dari instansi
yang terkait. Setiap pelaku usaha harus memiliki dan mendeklarasikan etika
bisnis (business conduct atau code of practices). Pelaku usaha dilarang
mewajibkan konsumen untuk membayar produk yang dikirim tanpa adanya kesepakatan
terlebih dahulu (inertia selling). Informasi atau dokumen elektronik dapat
digunakan sebagai suatu alat bukti. “Informasi atau dokumen elektronik memiliki
nilai kekuatan hukum yang sama dengan akta otentik,” urai Fetnayeti.
Terkait
yuridiksi, pilihan hukum dan forum penyelesaian sengketa ditentukan oleh para
pihak dan atau mengikuti kaedah dalam hukum perdagangan internasional. Atas
transaksi antara pelaku usaha asing dengan konsumen Indonesia dan antara pelaku
usaha asing dengan pemerintah Indonesia, berlaku hukum perlindungan Indonesia.
Perihal
kontrak elektronik, kontrak perdagangan elektronik sah ketika terdapat
kesepakatan para pihak. Kontrak Perdagangan Elektronik paling sedikit harus
memuat identitas para pihak, spesifikasi barang dan atau Jasa yang disepakati,
legalitas barang dan atau jasa, nilai transaksi perdagangan, persyaratan dan
jangka waktu pembayaran, prosedur operasional pengiriman barang dan atau jasa,
dan prosedur pengembalian barang dan atau jika terjadi ketidaksesuain.
Kontrak
Perdagangan Elektronik dapat menggunakan tanda tangan elektronik dan harus dibuat
dalam bahasa Indonesia. Kontrak Perdagangan Elektronik harus disimpan dalam
jangka waktu tertentu. “PPSE wajib membuat sistem yang memungkinkan penyimpanan
kontrak elektronik,” ujar Fetnayeti.
Iklan
elektronik hanya untuk menyampaikan informasi yang menarik tentang keberadaan
barang dan atau jasa. Iklan harus mencantumkan informasi yang benar dan tidak
berlebihan. Penyampaian iklan elektronik tidak boleh melanggar hak atas privasi
dan perlindungan data pribadi konsumen, serta kenyamanan konsumen. Pelaku Usaha
bertanggungjawab atas kebenaran, keakuratan informasi, dan kesesuaian antara
informasi dan fisik barang atau jasa.
Terkait
pajak, transaksi perdagangan secara elektronik dikenakan pajak sesuai peraturan
perundang- undangan yang berlaku. Pelaku Usaha yang menawarkan secara
elektronik kepada Konsumen Indonesia wajib tunduk pada ketentuan perpajakan
Indonesia karena dianggap memenuhi kehadiran secara fisik dan melakukan
kegiatan usaha secara tetap di Indonesia.
Terkait
bea meterai, pengenaan bea materai terhadap dokumen bukti transaksi elektronik
diberlakukan terhadap bukti transaksi yang dilakukan secara tertulis di atas
kertas. Situs yang telah diaudit berhak memperoleh trustmark. Situs yang tidak
bertanggungjawab dapat dimasukkan dalam blacklist.
Tanggungjawab
pemerintah sendiri dalam pengembangan e-Commerce atau PMSE adalah melakukan
pembinaan melalui mekanisme pendaftaran, mendorong peningkatan e-UKM dan
melakukan pengawasan. “Pemerintah juga bertanggungjawab mendorong penyelesaian
sengketa di luar pengadilan antara lain secara online alias Online Dispute
Resolution atau ODR,” jelas Fetnayeti.